Senin, 12 Maret 2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa tersebut,  meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan.
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan        ( trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ekonomi dan perdagangan internasional merupakan bagian ilmu makro yang khusus membahas hubungan antara suatu negara dan negara lainnya dalam mengalokasikan sumber daya atau faktor produksi yang tersedia di masing-masing negara. Adanya hubungan ekonomi dan perdagangan berskala internasional, sangat berguna dalam rangka mencapai kesejahteraan dunia. Upaya peningkatan efisiensi dalam pendayagunaan faktor-faktor produksi dunia secara keseluruhan merupakan sasaran dari kegiatan ekonomi dan perdagangan internasional.
Ekonomi perdagangan di awal peradaban manusia terlihat sederhana. Saat itu, setiap kegiatan ekonomi dilakukan secara barter. Seiring dengan perkembangan teknologi, terbentuknya spesialisasi, dan semakin banyaknya macam barang yang dibutuhkan manusia, menimbulkan kondisi perdagangan semakin meluas. Hal itu menjadikan perdagangan tidak hanya antar masyarakat di suatu daerah atau suatu negara, tapi meluas pada perdagangan antar negara (perdagangan luar negeri) yang dikenal dengan sebutan perdagangan internasional.
Perdagangan internasional memberikan keuntungan bagi negara, karena negara bisa menjual barang-barangnya ke luar negeri. Hal ini tentu saja dapat meningkatkan kekayaan dan kesejahteraan penduduknya. Motivasi hubungan dagang internasional tidak lain adalah upaya menciptakan efisiensi dalam pengalokasian sumber daya ekonomi antar negara dalam rangka meningkatkan utilitas sumber daya dunia untuk mencapai kemakmuran setiap bangsa dan negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.     Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
Adanya unsur perbedaan keterbatasan atau perbedaan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki setiap negara merupakan faktor utama dari munculnya spesialisasi, sedangkan spesialisasi dapat meningkatkan produktivitas dan standar kehidupan. Prinsip ini merupakan dasar berkembangnya ekonomi perdagangan dan keuangan internasional. Kondisi tersebut menggiring setiap negara untuk melakukan ekspor dan impor Ekspor adalah suatu kegiatan ekonomi menjual produk dalam negeri ke pasar di luar negeri, sedangkan Impor adalah merupakan kegiatan ekonomi membeli produk luar negeri untuk keperluan atau dipasarkan dalam negeri[1].
Ekpor dan Impor dapat berupa
1.      Ekspor atau Impor yang dapat dilihat secara fisik (visible export/import)
2.      Ekspor atau Impor yang dapat dilihat misalnya perbankan, asuransi.
3.      Ekspor atau Impor yang berupa modal dapat berupa investasi[2].
Angka-angka ekspor dan impor negara-negara dunia bisa dijadikan indikasi terpenting mengenai pola perdagangan mereka secara keseluruhan, namun angka-angka agregat ini acap kali menutupi arti penting ekspor dan impor bagi kemakmuran ekonomi masing-masing negara, negara-neagara besar cenderung tidak menggantungkan diri pada perdagangan luar negeri sebagai sumber pendapatan nasional dibanding negara-negara yang relatif kecil. Namun sebagai kelompok negara-negara berkembang lebih menggantungkan diri pada perdagangan luar negeri untuk pendapatan nasionalnya daripada negara-negara yang sangat maju[3].
Perbedaan perdagangan Internasional dengan perdagangan domestik dapat dilihat dari dua aspek yaitu[4]:
1.      Pada perdagangan internasional terjadi proses pertukaran antar negara, dalam kegiatannya hambatan politik dan berbagai kebijakan di setiap negara berbeda-beda. Proteksionisme adalah salah satu kebijakan yang disengaja sebagai usaha untuk membentuk hambatan-hambatan perdagangan, seperti tarif dan kuota dalam rangka melindungi industri dalam negeri dari persaingan luar negeri.
2.      Masalah exchange rate yaitu nilai tukar mata uang yang diekspresikan dalam ukuran beberapa mata uang lainnya. Mereka bila melakukan perdagangan dengan negara lain harus diperhitungkan nilai tukar uang yang di sepakati oleh kedua negara terkait. Proteksionisme dan  keanekaragaman mata uang di berbagai negara merupakan inti masalah yang dihadapi ekonomi perdagangan internasional.
Penyebab timbulnya perdagangan internasional termotivasi oleh konsep pemikiran kaum merkantilisme pada abad ke-17, menurut mereka kemakmuran suatu negara akan tercapai bila mampu mengumpulkan logam mulia sebanyak-banyaknya. Oleh sebab itu negara harus melakukan ekspor impor dan berusaha mengoptimalkan surplus perdagangan ( ekspor > impor).
Beberapa faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional[5]:
1.      Masalah keterbatasan ketersediaan sumber daya dan produk di setiap negara.
2.      Masalah pembiayaan dalam menghasilkan produk spesialisasi dan efesiensi.
3.      Masalah prefensi, keinginan memilih produk yang akan dikonsumsi masyarakat suatu negara sangat bergantung pada selera dan tingkat pendapatan masyarakat.
Tujuan dari perdagangan internasional adalah[6]:
1.      Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri.
2.      Memperoleh keuntungan dari adanya spesialisasi dan perdagangan.
3.      Memperluas pasar produk domestik ke luar negeri
4.      Meningkatkan pendapatan nasional
5.      Memperoleh teknologi modern yang sedang berkembang di luar negeri.
Manfaat perdagangan internasional
Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
  • Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri, Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
  • Memperoleh keuntungan dari spesialisasi, Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
  • Memperluas pasar dan menambah keuntungan, Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
  • Transfer teknologi modern, Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
B.     Teori Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional mencoba memahami mengapa sebuah negara mau melakukan kerja sama perdagangan dengan negara-negara lain.
Teori tentang perdagangan internasional yang dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: Teori Klasik dan Teori Modern. Teori-Teori yang termasuk Teori Klasik adalah antara lain Teori Absolute Advantage dan Teori Comperative Advantages. Sedangkan Teori Modern adalah Teori Faktor Proporsi
1.      Teori Absolute Advantage (keunggulan absolut)[7]
Dikemukakan oleh Adam Smith yang mana teori ini adalah apabila suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain di masing-masing negara terdapat keunggulan secara mutlak dalam menghasilkan barang.
Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan suatu barang.
Kelemahan teori ini adalah dalam asumsi yang dipakai yaitu:
1.      Menganggap tenaga kerja itu bersifat homogen dan mobilitasnya bebas, dalam kenyataannya tidak demikian.
2.      Menganggap tenaga kerja satu-satunya faktor produksi, sedangkan faktor produksi bukan hanya satu[8].
Meskipun mempunyai kelemahan, teori yang menggunakan ukuran tenaga kerja ini mempunyai manfaat dalam pengembangan konsep-konsep lainnya, antara lain:
1.      Membantu menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep spesialisasi.
2.      Membantu menjelaskan keuntungan-keuntungan yang ditimbulkan oleh perdagangan[9].
Teori keunggulan absolut menurut Adam Smith dapat dijelaskan dengan asumsi bahwa perdagangan yang terjadi hanya antara dua negara dengan dua macam produk yang dihasilkannya.
2.      Teori Comperative Advantages[10]
Teori ini dikemukakan oleh David Rocardo yaitu Suatu negara akan melakukan pertukaran atau perdagangan dengan negara dalam bentuk berikut:
ü  Ekspor, apabila ada produk yang dihasilkan memiliki Comperative Advantage artinya produk barang tersebut dapat dihasilkan dengan biaya lebih murah.
ü  Impor, apabila ada produk dihasilkan memiliki Comparative disadvantage. Artinya produk tersebut bila dihasilkan sendiri memerlukan ongkos yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.
3.      Teori Faktor Proporsi[11]
Dikemukakan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin. Mereka menganggap bahwa perbedaan dalam jumlah faktor produksi produksi yang dimiliki setiap negara akan menimbulkan perbedaan dalam oportunity cost untuk menghasilkan suatu produk.
Ada negara yang memiliki tenaga kerja lebih besar dari pada barang modal (mesin) maka akan ada upaya untuk menghemat biaya produksi dengan cara mengalihkan sebagian besar penggunaan barang modal pada penggunaan tenaga kerja, sehingga oportunity cost dari biaya tenaga kerja yang lebih murah. Dan  sebaliknya.

C.      Kebijakan Perdagangan Internasional
Kebijakan merkantilisme menekankan tolak ukur kemakmuran suatu negara berdasarkan pada banyaknya logam mulia (emas) yang dapat dikumpulkan oleh negara tersebut hal ini hanya bisa bila negara selalu menciptakan surplus perdagangan. Konsekuensi dari ajaran tersebut menimbulkan beberapa kebijakan antara lain:
1.      Kebijakan akumulasi modal dalam bentuk logam mulia, artinya surplus perdagangan disimpan dalam bentuk cadangan logam mulia (akumulasi modal)
2.      Kebijakan proteksi adalah kebijakan untuk membatasi impor dalam bentuk tarif dan kuota.
3.      Kebijakan dalam bentuk pemberian hak monopoli kepada pengusaha domestik[12].
Namun Disini juga terdapat dua kebijakan yang berkaitan dengan perdagangan luar negeri yaitu:
1.      Kebijakan ekspansi ekspor, yaitu mencari dan mengupayakan perluasan ekspor dalam bentuk jenis produk yang baru atau jumlahnya dengan meningkatkan kualitas yang mempunyai daya saing tinggi.
2.      Subtitusi impor, adalah upaya membatasi/menyetop impor untuk produk-produk yang dapat dihasilkan negara sendiri dan digantikan dengan produk yang benar-benar tidak dapat dihasilkan di dalam negeri tersebut[13].
Upaya-upaya pembatasan perdagangan luar negeri (proteksionisme) baik dalam bentuk ekspor maupun impor dapat berupa hal-hal berikut[14]:
1.      Tarif, adalah pajak yang dikenakan pada barang impor ataupun ekspor, pemberlakuan tarif terhadap impor cenderung menaikkan harga, menurunkan jumlah konsumsi, mengurangi impor, serta menaikkan produksi domestik. Disamping itu tarif dapat menambah penerimaan harga.
2.      Quota, adalah batasan terhadap jumlah barang yang diimpor dan diekspor, pemberlakuan kouta pada prinsipnya mempunyai efek kuantitatif yang sama dengan tarif yaitu akan mengurangi impor, menaikkan harga, mendorong kenaikan produksi dalam negeri atau penawaran produksi serta mengurangi konsumsi atau permintaan domestik. Diantara tarif dan kuota terdapat perbedaan yang perlu dipertimbangkan dalam mengambil kebijkan, antara lain:
1.      Tarif dapat menambah sumber penerimaan pemerintah karena tarif merupakan pajak
2.      Kouta bukan sumber penerimaan pemerintah tetapi merupakan pembatasan impor dengan cara pemberian lisensi kepada importir-importir tertentu saja.
3.      Subsidi ekspor, adalah adalah bantuan atau pembayaran pemerintah yang diberikan pada perusahaan dalam negeri untuk mendorong ekspor, pemberlakuan subsidi ekspor merupakan upaya pemerintah dalam memberi bantuan dana atau bantuan berupa kerinaganan pajak atau prosedur sehingga muncul benefit cost yang tinggi bagi pengusaha produk ekspor. Disamping itu kebijakan pemerintah ini juga dapat meringankan konsumen dalam negeri.
Kebijakan perdagangan luar negeri yang sering dilakukan oleh perusahaan penghasil barang ekspor dalam suatu negara adalah kebijakan dumping. Kebijakan ini berupa penjualan produk ke pasar luar negeri dengan harga dibawah biaya produksi. Tujuannya adalah mendominasi pasar dunia. Model persaingan monopolistik membnatu untuk memahami bagaimana imbalan yang meningkat mendorong perdagangan internasional. Namun sebagaimana ditekankan, model ini tidak mempertimbangkan sejumlah persoalan yang dapat mencuat jika perusahaan-perusahaan merupakan persaingan tak sempurna. Meskipun dalam hal ini merupakan suatu konsekuensi logis dari skala ekonomis, analisis persaingan monopolistik tidak memusatkan perhatian pada kemungkinan konsekuensi dari persaingan tak sempurna itu sendiri terdapat perdagangan internasional[15].
Dalam kenyataan, persaingan tak sempurna menimbulkan sejumlah konsekuensi penting terhadap perdagangan internasional. Konsekuensi paling mencolok ialah, perusahaan-perusahaan tidak perlu mengenakan harga yang sama untuk barang-barang yang mereka ekspor dengan barang-barang yang dijual kepada pembeli domestik[16].
D.     Neraca Pembayaran Internasional
Neraca Pembayaran Internasional (NPI) merupakan laporan keuangan tentang nilai transaksi ekonomi suatu negara dengan negara-negara lain dalam bentuk ekspor impor dan aliran keluar masuk dana pencatatannya dilakukan secara sistematis dalam suatu periode tertentu (biasanya satu tahun atau bisa juga triwulan).
Neraca pembayaran internasional juga merupakan catatan yang mencerminkan kondisi valuta asing atau cadangan devisa suatu negara. Dalam penyusunannya, NPI mempunyai prinsip yang sama dengan akuntansi pada umumnya. NPI mencatat transaksi plus dan minus. Kegiatan ekspor akan tercatat sebagai kredit (transaksi plus), sedangkan impor tercatat sebagai debet (transaksi minus). Suatu transaksi plus atau kredit terjadi bila transaksi itu dapat menghasilkan tambahan valuta asing bagi suatu negara. Sebaliknya transaksi minus/debit terjadi bila ada pengurangan cadangan valuta asing bagi negara[17].
v  Struktur Neraca Pembayaran Internasional
Secara umum terdiri atas hal-hal berikut:
1.      Current account, merupakan laporan yang berisikan tentang catatan transaksi barang dan jasa suatu negara dengan negara lain selama periode tertentu. Current account atau transaksi berjalan juga menggambarkan pembayaran-pembayaran jangka pendek.
2.      Capital account, merupakan bagian dari neraca pembayaran internasional yang mencatat arus modal masuk dan arus modal keluar selama periode tertentu. Capital account menunjukkan catatan arus pembayaran dan penerimaan jangka panjang.
3.      Settlement account ( Neraca penyeimbang ), merupakan bagian dari neraca pembayaran internasional yang berisikan nilai arus keluar masuk emas dan pembelian atau penjualan mata uang domestik atau valuta asing oleh pemerintah. Neraca peneimbang ini digunakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
4.      Statistical Disprepancy ( selisih perhitunagan ), merupakan bagian dari NPI yang berisikan tansaksi-transaksi yang tidak tercatat. Hal ini bisa terjadi karena ketidaklengkapan informasi atau adanya transaksi yang tidak tercatat. Selisih perhitungan yang bernilai negatif akan memperkecil surplus NPI atau akan memperbesar defisit NPI, tetapi bila positif akan memperbesar surplus NPI dan akan memperkecil defisit NPI[18].


[1] Asfia Murni,S.F., Ekonomi Makro, hal. 208
[2] Ibid.
[3] Michael P. Todaro, pembangunan Ekonomi di Dunia ke Tiga, hal. 13
[4] Asfia Murni,S.F., Log Cit.
[5] Ibid., hal. 209.
[6] Ibid., hal 210.
[7] Ibid.
[8] Ibid., hal. 211.
[9] Ibid.
[10] Ibid. Hal. 214.
[11] Ibid., hal. 217.
[12] Ibid., 221
[13] Ibid.
[14] Ibid., hal. 222-224.
[15] Paul R. Krugman dan Maurice Obstfeld, Ekonomi internasional, hal. 174.
[16] Ibid.
[17] Asfia Murni,S.F., Op Cit., hal. 227
[18] Ibid., hal 227-228.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar